Campylobacter jejuni sebagai Agen Penyakit Tular Makanan

Keamanan pangan merupakan hal penting yang harus diperhatikan para konsumen dalam memilih bahan pangan. Bahan pangan khususnya yang berasal dari hewan harus memenuhi kriteria aman, sehat, utuh dan halal (ASUH). Bahan pangan asal hewan yang tercemar oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit) dan zat kimia berbahaya dapat menimbulkan penyakit bagi manusia. Penyakit tular makanan dapat ditularkan melalui makanan yang tercemar tersebut. Kerugian yang ditimbulkan dari berkembangnya penyakit tular makanan tidak hanya pada aspek kesehatan melainkan juga pada aspek sosial ekonomi. Di Indonesia, penyakit tular makanan yang sering terjadi antara lain diare, diare berdarah, dan tipus yang disebabkan oleh beberapa jenis bakteri. Produk segar biasanya menjadi sumber yang mudah tercemar oleh berbagai macam mikroorganisme patogen. Produk segar dapat tercemar pada setiap perjalanan rantai makanan mulai dari ladang atau peternakan, selama pemrosesan awal, dan saat persiapan akhir di dapur. Salah satu bakteri yang berperan sebagai agen penyakit tular makanan tersebut adalah Campylobacter jejuni.

Campylobacter jejuni merupakan bakteri yang memiliki karakteristik unik yaitu membutuhkan lingkungan dengan sedikit oksigen untuk dapat tumbuh dengan optimal. C. jejuni bersifat zoonosis atau dapat ditularkan dari hewan ke manusia sehingga menimbulkan penyakit. C. jejuni dapat ditemukan pada unggas seperti ayam, kalkun, bebek dan angsa, pada hewan ternak seperti sapi, babi, domba, dan kambing, pada burung liar, hewan peliharaan, kerang-kerangan, dan pada produk yang tercemar bakteri tersebut. Campylobacter lebih sering ditemukan sebagai bakteri alami pada usus unggas karena memiliki suhu tubuh yang tinggi. Meskipun seluruh jenis unggas dapat menjadi pembawa Campylobacter, namun resiko tertular paling tinggi berasal dari ayam karena merupakan jenis unggas terbanyak yang dikonsumsi.  C. jejuni juga sering ditemukan pada air yang tercemar. Pada beberapa kasus di dunia, C. jejuni menimbulkan kejadian luar biasa karena mengonsumsi air dan susu yang belum dipasteurisasi. Campylobacter lebih sering ditemukan pada makanan, khususnya daging ayam. Makanan yang tercemar tersebut terjadi karena kontak dengan kotoran hewan. Penularan terjadi pada manusia yang mengonsumsi makanan yang tercemar bakteri tersebut atau dari manusia yang terinfeksi ke manusia lainnya. Infeksi C. jejuni identik dengan penyakit yang terjadi pada saluran pencernaan bagian bawah.

Penderita yang terjangkit infeksi bakteri tersebut dapat menunjukkan gejala dari yang ringan sampai parah atau tidak menunjukkan gejala. Gejala dan tanda-tanda yang muncul dapat berupa demam, kram perut, mual, muntah, sakit kepala dan diare berdarah ataupun tidak selama beberapa hari sampai dengan lebih dari 1 minggu. Tidak semua individu sensitif dengan C. jejuni sehingga gejala yang timbul berbeda-beda pada setiap orang. Infeksi C. jejuni kadangkala menimbulkan sakit usus buntu akut sehingga penderita menjalani operasi. Pada beberapa kasus jangka panjang, infeksi C. jejuni menyebabkan radang usus, meningitis, dan Guillain-Barre Syndrome (GBS). GBS adalah penyakit autoimun yang menyerang sistem imun sehingga merusak syaraf penderita dan berakhir pada lemahnya otot dan kelumpuhan. Kematian juga dapat diakibatkan oleh infeksi C. jejuni namun jarang terjadi. Populasi yang rentan terinfeksi bakteri tersebut yaitu pada anak-anak berusia dibawah 5 tahun, dewasa muda berusia 20–40 tahun, dan individu yang memiliki sistem imun lemah.

  1. jejuni peka terhadap berbagai jenis antimikrobia antara lain makrolida, fluoroquinolon, aminoglikosida, kloramfenikol, dan tetrasiklin. Infeksi saluran pencernaan dapat diobati menggunakan eritromisin atau ciprofloksasin sebagai alternatif. Penderita yang terinfeksi harus meminum banyak cairan agar tidak mengalami dehidrasi selama masa pengobatan. C. jejuni sangat mudah mencemari makanan yang disimpan dalam suhu ruang. Bakteri tersebut rentan terhadap pemanasan atau metode sterilisasi lainnya, termasuk pasteurisasi, memasak daging sampai matang sempurna, dan air yang diberi klorin. C. jejuni juga rentan terhadap radiasi dibandingkan dengan agen penyakit tular makanan lain seperti Salmonella spp. dan Listeria monocytogenes.

Kemanan pangan dapat terwujud jika dilakukan tindakan tegas pengawasan bahan pangan mulai dari pemanenan sampai dengan penyajian. Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi C. jejuni antara lain dapat dilakukan dengan memasak bahan pangan asal hewan pada suhu mencapai 74 °C, menyimpan daging dalam kondisi dingin atau beku, menghilangkan bekuan es pada daging di dalam kulkas atau microwave, jangan menyimpan bahan pangan pada suhu ruang lebih dari 2 jam, mengonsumsi susu yang telah dipasteurisasi, dan mencuci buah dan sayur secara benar.  Selain itu, kebersihan setiap individu juga menjadi hal yang perlu diperhatikan untuk mencegah infeksi C. jejuni dengan cara mencuci tangan setelah bersentuhan dengan hewan peliharaan atau hewan ternak, mencuci tangan sebelum dan setelah menyiapkan bahan pangan, mencuci tangan setelah mengganti popok, dan mencuci tangan anak-anak yang pulang dari sekolah atau tempat penitipan anak. Kontaminasi silang dari daging dengan bahan pangan lain atau dengan peralatan memasak juga perlu dihindari untuk mencegah bakteri mencemari secara luas. Kontaminasi silang misalnya terjadi melalui talenan yang tercemar bakteri tersebut ke daging ayam yang sudah dimasak. Kontaminasi silang dapat dipengaruhi oleh dua hal yaitu bahan dari talenan yang digunakan dan dari bagian dan suhu pemasakan ayam. Meskipun daging ayam yang sudah dimasak dapat dipanaskan lagi dengan suhu tinggi, namun resiko pencemarannya tetap ada. Oleh karena itu, masyarakat dianjurkan untuk menerapkan perilaku kebersihan sebelum, selama, dan sesudah menyiapkan makanan dalam rangka mengurangi resiko terjangkit penyakit tular makanan.

 

Daftar Pustaka

CDC. 2017. Guillain-Barre Syndrome. https://www.cdc.gov >flu >guillainbarre. Diakses pada tanggal 7 Mei 2018.

Clark, M. 2018. Campylobacter. http://www.foodborneillness.com/campylobacter_food_poisoning/. Diakses pada tanggal 7 Mei 2018.

Doyle, M.P. and L.R. Beuchat. 2007. Food Microbiology: Fundamental and Frontiers Third Edition. ASM Press: Washington D.C. p.237.

Epps, S.V.R., R.B. Harvey, M.E. Hume, T.D. Philips, R.C. Anderson and D.J. Nisbet. 2013. Foodborne Campylobacter: Infections, metabolism, pathogenesis and reservoirs. Int. J. Environ. Res. Public Health 10: 6292–6304.

Hermans, D., G. Rasschaert, F. Pasmans, W. Messens, M. Heyndrickx, A. Marel, K.V. Deun, F.V. Immersel and F. Haesebrouck. 2012. Poultry as a host for the zoonotic pathogen Campylobacter jejuni. Vector-Borne and Zoonotic Disease 12(2): 89–98.

Lynch, M.F., R.V. Tauxe and C.W. Hedberg. 2009. The growing burden of foodborne outbreaks due to contaminated fresh produce: Risks and opportunities. Epidemiology Infection 137: 307–315.

Silva, J., D. Leite, M. Fernandes, C. Mena, P.A. Gibs and P. Teixeira. 2011. Campylobacter spp. as a foodborne pathogen: A review. Frontiers in Microbiology Food Microbiology 2(200): 1–12.

Tang, J.Y.H., M. Nishibuchi, Y. Nakaguchi, F.M. Ghazali, A.A. Saleha and R. Son. 2011. Transfer of Campylobacter jejuni from raw to cooked chicken via wood and plastic cutting boards. Letters in Applied Microbiology 52: 581–588.

Di tulis Oleh :

Alvita Indraswari (Mahasiswa S2 Sain Veteriner) di bawah bimbingan Dr. drh. Widagdo Sri Nugroho, M.P.

Leave a Comment

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.