Enterohemorrhagic E. coli (EHEC) Sebagai Agen Foodborne Disease

Daging, susu dan telur merupakan bahan pangan yang sangat dibutuhkan masyarakat sebagai sumber protein hewani. Pangan asal hewan tersebut dan hasil olahannya, umumnya merupakan bahan pangan yang memiliki kandungan protein, asam amino, lemak, laktosa, mineral dan vitamin tinggi (SUPARDI dan SUKAMTO, 1999). Dengan kandungan gizi yang tinggi tersebut, maka pangan asal hewan merupakan media yang sangat baik bagi pertumbuhan berbagai macam cemaran biologis. Salah satu bakteri yang sering mencemari bahan pangan asal hewan adalah Escherchia coli.

Escherchia coli sebenarnya merupakan flora normal yang terdapat dalam saluran pencernaan manusia dan hewan berdarah panas seperti sapi, kambing, babi, dan domba tetapi dapat pula menyebabkan penyakit pada manusia maupun hewan yang mengalami penurunan daya kekebalan tubuh (Doyle dan Beuchat, 2007). Salah satu strain E. coli yang bersifat patogen adalah E. coli O157 : H7.  E. coli O157 : H7 tergolong dalam bakteri EHEC (Enterohemorrhagic E. coli).  Bakteri ini juga dapat menginfeksi manusia atau yang biasa disebut zoonosis. E. coli O157 : H7 memiliki beberapa faktor virulen sehingga dapat menginfeksi hospes, salah satunya adalah toxin. Toxin yang dihasilkan disebut shiga like toxin (Stx). Toxin ini masuk ke dalam lumen usus manusia dan dapat masuk ke lapisan usus bagian lebih dalam akibat adanya faktor virulen lainnya, yaitu intimin.

Bakteri E. coli O157: H7 dapat ditularkan ke manusia melalui berbagai proses, diantaranya adalah proses pemotongan hewan yang kurang higienis di rumah potong dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi bakteri pada daging. Sedangkan kontaminasi pada susu dapat terjadi akibat ambing sapi perah telah terinfeksi oleh bakteri, atau kontaminasi berasal dari alat-alat pemerahan yang digunakan.

Daging dan susu yang telah terkontaminasi oleh E. coli O157: H7 dan tidak dimasak secara sempurna dapat menyebabkan infeksi E. coli O157: H7 pada manusia yang mengkonsumsinya. Daging dan susu yang telah terkontaminasi bakteri E. coli O157: H7 tidak memperlihatkan perubahan organoleptik baik warna, rasa, maupun bau. Manusia yang tempat tinggalnya berdekatan dengan peternakan juga dapat terinfeksi bakteri E. coli O157: H7 yang berada dalam peternakan tersebut.

Selain disebarkan oleh ternak sapi melalui daging dan susunya, bakteri E. coli O157: H7 juga dapat ditularkan dari manusia yang telah terinfeksi ke manusia yang lainnya. Penyebaran bakteri E. coli O157: H7 dari manusia ke manusia yang lain terjadi secara peroral. Pernah dilaporkan terjadi infeksi secara waterborne (penularan bakteri melalui air) pada kolam renang yang terkontaminasi. Pada tahun 2001 di Ohio juga telah dilaporkan kejadian airborne infection (penularan bakteri melalui udara) yang berasal dari dinding dan debu sebuah bangunan dimana manusia yang disekitar bangunan tersebut terinfeksi oleh bakteri E. coli O157: H7.

Pada umumnya infeksi oleh bakteri EHEC dapat menyebabkan hemorrhagic colitis dan
hemolytic uremic syndrome (HUS). Gejala klinis dapat muncul beberapa saat setelah mengkonsumsi makanan yang telah terkontaminasi, maupun beberapa bulan kemudian. Kejadian hemorrhagic colitis biasanya ditandai dengan gejala klinis crampy abdominal pain diikuti dengan diare cair pada 24 jam pertama selanjutnya diikuti adanya perdarahan, muntah, tetapi tidak diikuti peningkatan suhu tubuh. Masa inkubasi berkisar antara 3 sampai 9 hari. Hemolytic uremic syndrome pada anak-anak dapat menyebabkan gagal ginjal akut. Pada penderita HUS biasanya mengalami gejala yang khas yaitu acute renal failure, hemolytic anemia, thrombocytopenia, dan nephropathy akut. Bila infeksi berkembang sampai system syaraf maka pasien akan mengalami koma yang biasanya diikuti dengan kematian. Gejala yang muncul pada penderita HUS sangat bervariasi tergantung pada kondisi kesehatan individu dan luasnya infeksi. Terkadang pasien memerlukan transfusi darah, tetapi pada pasien tertentu perlu dilakukan kidney dialysis. Beberapa kasus kemungkinan dapat mengalami kerusakan ginjal permanen.

Dosis infeksi E. coli O157:H7 tidak diketahui dengan pasti, tetapi dari hasil laporan yang terkumpul ternyata 10 sel bakteri enterohemorrhagic E. coli (EHEC) sudah dapat menyebabkan sakit. PATON dan PATON (1998) telah menyatakan bahwa dosis infeksi berkisar antara 1 sampai 100 colony-forming units. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah bakteri enterohemorrhagic E. coli (EHEC) yang sedikit saja apabila menginfeksi anak-anak, orang manula maupun orang yang memeiliki system kekebalan yang rendah sudah dapat menyebabkan sakit.

Pencegahan penyebaran bakteri dapat dilakukan dengan mengurangi kejadian infeksi enterohemorrhagic E. coli (EHEC) pada ternak sapi pada saat pemeliharaan dan mencegah kontaminasi bakteri pada daging selama proses penyembelihan di rumah potong. BRASHEARS et al., (2003) menyatakan bahwa untuk mengurangi jumlah E. coli O157:H7 di dalam saluran pencernaan sapi dapat digunakan competitive exclution menggunakan bakteri asam laktat. Kejadian food-borne disease dapat dikurangi dengan malaksanakan penangan daging yang baik dan benar. Penangan daging yang baik dan benar diterapkan di Canada untuk mencegah food-borne disease yang disebabkan bakteri EHEC terdiri dari 4 point plan, yaitu (1) CLEAN. Mencuci tangan sebelum melakukan handling makanan adalah salah satu cara baik untuk mengurangi penyebaran food-borne disease. Mencuci peralatan yang digunakan untuk prosesing serta sanitizing dapat mengurangi jumlah bakteri dan mencegah terjadinya food-borne disease. (2) CHILL. Bakteri dapat tumbuh pada danger zone yaitu antara 4° dan 60° C. Sehingga penyimpanan makanan pada suhu refrigerator (4° C) dan freezing dapat mengurangi laju pertumbuhan bakateri. (3) SEPARATE. Bakteri yang terdapat pada raw meat dapat menyebabkan kontaminasi pada pisau serta peralatan lain. Sehingga memisahkan bahan makanan raw material dengan makanan yang telah siap saji perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya food-borne disease. (4) COOK. Memasak daging sampai benar-benar matang dapat menyebabkan bakteri EHEC yang berada dalam bahan makanan tersebut mati. FDA (1997) dalam Food Code untuk mengurangi kejadian foodborne disease yang disebabkan oleh bakteri EHEC  merekomendasikan seluruh produk pangan hasil ternak berupa daging harus dimasak sampai benar-banar matang, dimana temperature bagian dalam daging telah mencapai 68,3° C selama minimal 15 detik.

Ditulis Oleh :

Maria Kristiani Epi Goma (Mahasiswa S2 Sain Veteriner) dibawah bimbingan Dr. drh. Widagdo Sri Nugroho,MP

 

Leave a Comment

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.